Minggu, 13 Februari 2011

Bank Sampah, Kumpulkan Sampah Jadi Uang

Permasalahan utama tingkat rumah tangga hingga lingkungan sekitar adalah sampah. Pesatanya pertumbuhan penduduk di muka bumi berbanding lurus dengan penumpukan sampah. Terlebih ditambah kemunculan plastik dalam setiap aspek kehidupan membuat sampah non organik ini semakin mencemari lingkungan. Kesadaran masyarakat membuang sampah masih minim memunculkan gunungan sampah di setap sudut kota tak terhindarkan. Imbauan pemerintah untuk membedakan pembuangan sampah organik dan non organik tak mendapat respon masyarakat.
Pembedaan pembuangan sampah ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam pengolahan sampah di tingkat pembuangan akhir (TPA). Sampah organik dapat dimakan ternak yang disiapkan di tempat pembuangan akhir, tapi untuk sampah non organik seperti plastik dan kaleng tak dapat lapuk. Sehingga perlu pembedaan pembuangan agar dapat diolah kembali menjadi barang lain. Di Bali, khususnya Denpasar, sampah menjadi momok paling menakutkan pemerintah kota karena sudah tak ada lagi tempat luas untuk menumpuk sampah. Akbatnya berceceran sampah-sampah di pinggir jalan yang menyebabkan genangan air dimana-mana. Tak ada yang peduli dengan menumpuknya sampah ini, kecuali Made Bagiada (52 tahun).
Bergelut dengan sampah, menurut bapak tiga anak ini merupakan upaya untuk menjadi berguna bagi masyarakat disekitarnya. Terngiang masalah sampah yang ditayangkan di berbagai media membuat Made Bagiada memutuskan untuk membangun Bank Sampah. Total luas lahan 20 are yang dimilikinya di Jl. Noja Sari Denpasar, hanya digunakan 2 are untuk membangun tempat tinggalnya. Sisa lahan digunakannya untuk menumpuk sampah non organik seperti plastik, kertas, kardus, besi-besi tua hingga kaleng. Tak berlebihan jika tempat tinggalnya dijuluki istana sampah. Dedikasinya untuk memerangi sampah, membantu pemerintah mengelola sampah non organik dimulainya dengan membangun Bank Sampah bulan September 2010 lalu. “Inginnya belajar tentang pembuatan dan pengelolaan bank sampah ini di Jogjakarta, tapi ternyata tak ada yang bisa ditanya. Akihrnya saya putuskan pulang dan membangun bank sampah sependek pengetahuan saya,”ungkap Made Bagiada.
Metode pengumpulan sampah non organik khususnya membidik kalangan rumah tangga dimaksudkan agar sampah jangan sampai keluar dari rumah. Dikumpulkan sedikit demi sedikit baik perorangan maupun per banjar kemudan dibawa ke bank sampah untuk ditimbang. Sehingga tak perlu pergi ke TPA untuk membuang sampah. Menurut Bagada, harga yang ditetapkan dari timbangan sampah dimasukkan ke dalam buku tabungan dan bisa dambil sewaktu-waktu. Jika ingin uang hasil pengungumpulan sampah diambil saat itu juga bisa. Dengan membuka bank sampah memudahkan masyarakat membuang sampah non organiknya disamping itu bisa mendapatkan uang dari sampah. Dalam satu hari, bank sampah UD. Cahaya Partha Jaya menerma lebh dar 5 ton sampah organik.
Sampah identik dengan kotor dan bau, meski begitu, bank sampah milik Bagiada selalu dikunjung banyak orang dari kalangan menengah ke bawah hingga pembesar. Bagi masyarakat kelas atas terkadang, uang yang ditabung tidak ditarik dan dibiarkan mengendap di bank sampah. Bank sampah juga melayani peminjaman modal usaha tapi khusus untuk pengumpul sampah yang rutin mengumpulkan setiap hari. Tak hanya sampah organk rumah tangga saja, bahkan Bagada sudah menyasar beberapa sekolahan di seputaran kota Denpasar untuk ikut andil dalam pengumpulan sampah. Seperti SMP 8 Denpasar yang per minggunya bisa mengumpulkan 200-250kg sampah non organik. Hasil penjualannya dimasukkan ke dalam tabungan dan digunakan sebagai kas sekolah. Hal ini menurut Bagiada adalah caranya untuk mendidik tunas bangsa peduli lingkungan, belajar menabung dan melirik ada peluang bisnis dari sampah.
Naik turunnya harga sampah organik dipasaran ditingkat pabrik menjadi santapan sehari-hari Bagiada. Jika sekiranya harga menurun, terpaksa sampah ditumpuk hingga harga merangkak niak tapi jika terlalu menumpuk minimal satu truk sampah dalam satu hari harus keluar dari gudang. Berpengaruh juga dalam pemasukan pengumpul sampah namun sejauh ini masih dimaklum oleh nasabahnya kecuali para pemulung yang juga menjadi pelanggannya. Ada pelanggan yang suka rela membawa sampahnya ke bank sampah ada pula yang dilanyani antar jemput tapi khusus pelanggan di seantero Denpasar. Khusnya sekolah, sedikt atau banyak sampah yang terkumpul selalu dilayani antar jemput. Hal ini, lanjut Bagiada adalah untuk memberikan penghargaan pada siswa yang peduli pada sampah agar lebh rajin membantu mengumpulkan sampah. “Tak hanya masyarakat Denpasar, bahkan ada yang dari Gianyar dan Karangasem membawa sendri sampahnya kemari. Sudah lebih dari seratus orang anggota nasabah bank sampah dan saya berharap akan terus bertambah,”harap pria jebolan Universitas Jayabaya ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar